Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga

Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga

Erni Aladjai

Enjoyment: 4.0Quality: 4.0Characters: 3.5Plot: 4.0
🌳
👧
🏝️

Haniyah mencintai pohon-pohon cengkih, karena tanaman ini bisa berbagi kehidupan dengan tanaman-tanaman lainnya. ... "Tubuhmu harum cengkih," kata Ala. "Saya dilahirkan dan mati di dalam hutan cengkih." ... Di luar Rumah Teteruga, angin utara berembus dingin, kering, dan kencang, menggoyangkan ranting-ranting pohon gandaria dan matoa, menimbulkan suara gesekan di dinding rumah. Ala teringat kata-kata Ido, "Ada orang-orang yang tumbuh kejam dalam kehidupan ini, mereka tidak digelayuti rasa bersalah dan memiliki hasrat melahap yang tak pernah surut, mereka sungguh menakutkan ketimbang hantu dan hewan-hewan buas." *** Dengan pelukisan suasana dan tradisi lokal yang kuat, pemberian karakter yang wajar dan hidup, naskah ini mengedepankan warga desa yang sederhana dalam hidupnya, di tengah pelbagai masalah yang merundung mereka. Novel etnografis ini tidak terjebak untuk sok eksotis, tetapi tampil wajar, termasuk tuturan bahasa Indonesia rasa lokal khas masyarakat setempat. -Catatan juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2019


From the Forum
  • Thoughts from 5% (page 8)
    spoilers

    View spoiler

    1
    comments 0
    Reply
  • View all posts
    Recent Reviews

    Your rating:

  • moilady
    Apr 17, 2025
    Enjoyment: 4.0Quality: 4.0Characters: 3.5Plot: 4.0
    👧
    🌳
    🏝️

    Salah satu buku fiksi sejarah yang menurutku lebih menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia Timur dibanding dengan peristiwa-peristiwa khusus yang mungkin terjadi. Meski begitu, masih ada beberapa poin cerita yang bisa jadi disebut sebagai peristiwa tertentu. Sayangnya poin cerita itu bukan sebuah inti konflik, kecuali kisah Madika Ido dan kompeni Belanda pada masanya. Buku ini lebih bertumpu pada kehidupan Ala, Haniyah dan juga Naf Tikore yang menjadi buah bibir di kampungnya. Pun beberapa kisah kehidupan para petani cengkeh di Pulau Kampasa pada masa itu. Selain bagaimana para bocah yang mengejek fisik Ala, buku ini juga menggambarkan keharmonisan para penduduk Desa Kon yang tergambar pada musim panen pada masa itu. Cerita yang sederhana, tapi sarat akan makna. Dari buku ini seolah diajarkan untuk tidak menilai seseorang hanya dari bentuk fisik, mungkin ia tidak sempurna, tapi bukan berarti dia pantas untuk diolok-olok. Buku ini juga mengajarkan untuk menghargai satu sama lain, tidak mudah dengan kabar yang belum tentu terbukti benar. Gotong-royong dan tentu saja saling membantu. Selain itu buku ini juga mengingatkan bahwa terkadang, luka yang diakibatkan oleh kejahatan verbal seseorang akan lebih melekat dan menjadi luka dalam yang tidak mudah dilupakan meski sudah dewasa. Buku ini bisa dibilang ringan, dengan halamannya yang juga kurang dari dua ratus halaman, cukup cocok dibaca untuk mengisi waktu luang dan bisa dibaca dalam sekali duduk.

    0
    comments 0
    Reply
  • View all reviews
    Community recs if you liked this book...